Makanan Surabaya: Sejarah dan Makna di Balik Setiap Hidangan


Makanan Surabaya: Sejarah dan Makna di Balik Setiap Hidangan

Surabaya, kota pahlawan yang terkenal dengan keberaniannya, juga memiliki kekayaan kuliner yang tak kalah menarik. Makanan Surabaya tidak hanya lezat, tapi juga sarat akan sejarah dan makna di balik setiap hidangannya. Dari soto ayam, lontong balap, rujak cingur, hingga tahu tek, makanan khas Surabaya memiliki cerita tersendiri yang membuatnya begitu istimewa.

Sejarah makanan Surabaya tidak bisa dilepaskan dari peran pentingnya sebagai kota perdagangan yang menjadi tempat bertemunya berbagai budaya. Prof. Dr. Soedarmadji Damais, seorang ahli sejarah kuliner dari Universitas Airlangga Surabaya, menyatakan bahwa “Makanan Surabaya merupakan perpaduan dari berbagai tradisi kuliner, mulai dari Tionghoa, Arab, Belanda, hingga Jawa. Hal ini menjadikan makanan Surabaya memiliki rasa yang unik dan berbeda dari kota-kota lain di Indonesia.”

Salah satu contoh makanan Surabaya yang memiliki sejarah panjang adalah lontong balap. Menurut Bapak Slamet, seorang penjual lontong balap yang sudah turun-temurun di Pasar Atum Surabaya, “Lontong balap pertama kali dibuat oleh para pedagang kaki lima di Surabaya pada zaman penjajahan Belanda. Hidangan ini awalnya diberi nama ‘lontong balap’ karena pedagangnya harus berlari-lari membawa gerobaknya untuk menghindari petugas pajak Belanda yang akan menindak mereka.”

Tidak hanya sejarahnya yang menarik, makanan Surabaya juga memiliki makna yang mendalam di balik setiap hidangannya. Rujak cingur misalnya, selain memiliki cita rasa segar dan pedas, juga mengandung makna tentang keberagaman dan persatuan. Menurut Ibu Siti, seorang penjual rujak cingur di Pasar Genteng Surabaya, “Rujak cingur mengajarkan kita untuk menerima perbedaan dan mempersatukan berbagai bahan makanan yang berbeda menjadi satu hidangan yang lezat.”

Tahu tek juga menjadi salah satu makanan Surabaya yang memiliki makna kuat di baliknya. Menurut Pak Budi, seorang pengrajin tahu di daerah Kembang Jepun Surabaya, “Tahu tek merupakan simbol keberanian dan keteguhan hati, karena proses pembuatannya yang rumit dan membutuhkan kesabaran. Hidangan ini mengajarkan kita untuk tidak mudah menyerah dan selalu berusaha semaksimal mungkin.”

Dari sini dapat kita lihat bahwa makanan Surabaya bukan sekadar hidangan biasa, tapi juga menyimpan sejarah dan makna yang mendalam di balik setiap sajian. Jadi, saat menikmati makanan khas Surabaya, jangan lupa untuk menghargai warisan budaya yang ada di setiap gigitannya. Selamat menikmati!

Referensi:

1. Prof. Dr. Soedarmadji Damais, Ahli Sejarah Kuliner Universitas Airlangga Surabaya

2. Bapak Slamet, Penjual Lontong Balap di Pasar Atum Surabaya

3. Ibu Siti, Penjual Rujak Cingur di Pasar Genteng Surabaya

4. Pak Budi, Pengrajin Tahu di daerah Kembang Jepun Surabaya